Silakan laporkan kesalahan ini. Bahasa Ngaju alias Biaju adalah sebuah bahasa dalam rumpun bahasa Barito Raya (Barito Barat Daya) yang dituturkan oleh suku Ngaju berasal dari daerah aliran sungai Kapuas, Kahayan, Katingan, dan Mentaya di Provinsi Kalimantan Tengah. Jumlah penutur bahasa ini mencapai lebih dari 1.000.000 orang. Terdapat perbedaan dialek antara sub etnis yang ada dalam suku Dayak Ngaju seperti dialek Kahayan Kapuas, Katingan Ngaju, Katingann Ngawa, Baamang, Kahayan, Mantangai, Pulopetak, Seruyan, Mendawai dan Mengkatip. Perbedaan ini umumnya dalam pilihan kata tetapi mengandung arti yang sama, tetapi umumnya dapat dipahami dengan mudah. Menurut Tjilik Riwut, termasuk dalam pengguna bahasa ini adalah 54 anak suku, Termasuk di dalamnya Arut, Balantikan, Kapuas, Rungan, Manuhing, Katingan, Seruyan, Mentobi, Mendawai, Bara-dia, Bara-Nio, Bara-ren, Mengkatip, Bukit, Berangas, dan Bakumpai. Untuk beberapa suku yang dia masukan dalam suku dayak ngaju ini, termasuk 4 yang terakhir perlu pengkajian lagi. Karena Suku-suku ini kemudian dimasukkan oleh beberapa peneliti, kedalam suku Bakumpai / bahasa Bakumpai sebagai etnis tersendiri. Menurut Abi Zakky Setiawan, 2009 : suku Bakumpai adalah suku Dayak Ngaju yang menerima banyak pengaruh dari suku Banjar dalam adat, agama dan bahasa sehingga memunculkan identitas yang berdiri sendiri, tetapi bahasa yang dipergunakan oleh suku Bakumpai merupakan dialek Bahasa Dayak Ngaju dengan perbedaan hanya pilihan kata dengan Bahasa induknya. Pada tahun 1858 digunakan oleh Belanda sebagai bahasa Pengantar Injil di Pulau kalimantan bagian Selatan, terutama oleh Zending-zending Protestan. Umumnya masyarakat kalimantan tengah dapat memahami Bahasa ini dan saat ini telah diajarkan di sekolah negeri sebagai bahasa daerah / muatan lokal. Bahasa Dayak Ngaju memiliki 24 fonem yang terdiri dari lima vokal dan sembilan belas konsonan. Bahasa Dayak Ngaju memiliki setidaknya lima bunyi vokal. Tidak seperti bahasa Indonesia, bahasa Dayak Ngaju tidak memiliki bunyi vokal pepet /ə/ yakni bunyi e pada kata “empat”. Pada dialek tertentu, terdapat perubahan varian posisi pelafalan pada vokal /e/ dan /o/ yang lebih terbuka /ɛ/ dan /ɔ/ ditandai dengan tanda kurung pada tabel di bawah. Bahasa Dayak Ngaju hingga kini memiliki setidaknya enam varian diftong pada suku kata terbuka. Akan tetapi, pada suku kata tertutup seperti kata lauk (“ikan”), kedua bunyi vokal tidak dilafalkan sebagai diftong. Bahasa Dayak Ngaju memiliki sembilan belas bunyi konsonan asli. Tabel di atas hanya menampilkan bunyi konsonan asli dalam bahasa Dayak Ngaju. Selain itu, bahasa Dayak Ngaju tidak mengenal adanya gugus konsonan. Dengan demikian, segala bentuk gugus konsonan merupakan serapan yang diperoleh dari bahasa Indonesia ataupun bahasa lainnya. Bunyi vokal dalam tanda kurung merupakan varian bunyi huruf vokal yang lebih terbuka dari vokal utama /e/ dan /o/ pada beberapa dialek Dayak Ngaju. Bunyi /ŋ/ dan /ɲ/ dituliskan dalam gabungan huruf “ng” dan “ny”. Bunyi /ʔ/ konsonan letup celah suara atau hamzah tidak dituliskan, tetapi biasanya dilafalkan pada kata berakhiran vokal seperti pada kata lenge (“tangan”) yang pelafalannya adalah /lengeʔ/. Huruf “k” pada akhiran kata dalam bahasa Dayak Ngaju selalu dilafalkan dan tidak berubah pelafalannya menjadi /ʔ/ konsonan letup celah suara seperti pada kata “kakak” atau “nenek”. Bunyi /t͡ʃ/ dan /d͡ʒ/ dituliskan dengan huruf “c” dan “j”. Bunyi /j/ dituliskan dengan huruf “y”. Dalam bahasa Dayak Ngaju, terdapat lima pola struktur suku kata yang umum. Lima pola struktur suku kata tersebut adalah satu vokal (V), satu vokal & satu konsonan (VK), satu konsonan & satu vokal (KV), satu konsonan awal, vokal, serta satu konsonan akhir (KVK), dan satu konsonan & dua vokal (KVV). Bahasa Dayak Ngaju tidak mengenal gugus konsonan dalam pola struktur suku kata aslinya. Namun, gugus konsonan dapat terjadi sebagai akibat dari pemendekan bentuk lengkap suatu suku kata atau penyerapan suatu kata dari bahasa Indonesia. Struktur kalimat dalam bahasa Dayak Ngaju memiliki kesamaan dengan bahasa Indonesia, yaitu berpola S-P-O. Namun, dalam ragam bahasa cakapan atau lisan sehari-hari, struktur kalimat cenderung lebih luwes selama isi dan konteksnya dipahami antar pengguna bahasa. Selain itu, bahasa Dayak Ngaju pun umumnya memegang prinsip diterangkan-menerangkan, yakni prinsip bahwa segala sesuatu yang bersifat menerangkan berada setelah atau di belakang yang diterangkan dalam setiap pembentukan frasa, klausa, dan kalimat. Pronomina merupakan kata yang digunakan untuk mengganti orang atau benda. Dalam bahasa Dayak Ngaju, pronomina atau kata ganti memiliki tiga jenis, yakni kata ganti persona, kata ganti penunjuk, dan kata ganti penanya. Pronomina persona atau kata ganti orang dalam bahasa Dayak Ngaju dibagi berdasarkan pihak dan jumlah yang dirujuk. Berikut merupakan tabel kata ganti dalam bahasa Dayak Ngaju. Dalam bahasa Dayak Ngaju, kata ganti orang pertama tunggal aku dapat mewakili makna kata “saya”, “aku”, dan “daku” dalam bahasa Indonesia. Selain itu, kata ganti orang pertama tunggal di bahasa Ngaju memiliki bentuk terikat -ku atau -ngku yang dapat diartikan sebagai bentuk terikat awalan “ku-” dan juga akhiran “-ku” di bahasa Indonesia. Perbedaan -ku dan -ngku diakibatkan oleh fonem yang dilekatinya. Bentuk terikat -ku dilekatkan pada kata yang diakhiri diftong dan semua konsonan selain “n”, sedangkan bentuk terikat -ngku dilekatkan pada kata yang berakhiran vokal dan konsonan “n”. Seperti banyak bahasa di rumpun bahasa Austronesia, kata ganti orang pertama jamak dalam bahasa Dayak Ngaju pun dibedakan berdasarkan kecakupan antara pembicara dengan lawan bicara. Apabila pembicara hanya merujuk dirinya dengan lainnya tanpa mencakupkan lawan bicara (aku dan dia tanpa kau), maka kata ganti orang pertama jamak ikei (“kami”) yang digunakan. Sementara itu, jika pembicara merujuk dirinya dan juga lawan bicara (aku dan dikau), maka kata ganti orang pertama jamak itah (“kita”) yang digunakan. Selain itu, semua kata ganti orang pertama jamak tidak miliki bentuk terikat. Aku haguet kan sakula dengan kakangku. Andiku dia handak mandui. Umai mantehau itah bara endau. Ikei dia buli kan Puruk Cahu andau jewu. Dalam bahasa Dayak Ngaju, kata ganti orang kedua tunggal ikau dapat mewakili makna kata “kau”, “engkau”, “kamu”, dan “dikau” dalam bahasa Indonesia. Seperti kata ganti orang pertama tunggal, kata ganti orang kedua tunggal pun memiliki bentuk terikat -m dan -mu yang dapat diartikan sebagai bentuk terikat awalan “kau-” dan juga akhiran “-mu” di bahasa Indonesia. Perbedaan -m dan -mu diakibatkan oleh fonem yang dilekatinya. Bentuk terikat -m dilekatkan pada kata yang diakhiri oleh vokal dan konsonan “n”, sedangkan bentuk terikat -mu dilekatkan pada kata yang berakhiran diftong ataupun konsonan selain “n”. Kata ganti orang kedua jamak ketun berpadanan dengan kata “kalian” di bahasa Indonesia. Untuk ragam hormat, kata ganti untuk orang kedua biasanya menggunakan sapaan ataupun gelar lawan bicara yang dirujuk seperti bapa (“bapak”), indu (“ibu”), pahari samandiai (“saudara sekalian”), cum in mouth dsb. En ikau puji tulak akan Bali? Narai kabar tuh pahari samandiai? Jadi duam kalambingku je male? Dalam bahasa Dayak Ngaju, kata ganti orang ketiga tunggal ie dapat mewakili makna kata “ia”, “dia”, dan “beliau” dalam bahasa Indonesia. Seperti kata ganti orang pertama tunggal, kata ganti orang ketiga tunggal pun memiliki bentuk terikat -e yang dapat diartikan sebagai bentuk terikat akhiran “-nya” di bahasa Indonesia. Kata ganti orang kedua jamak ewen berpadanan dengan kata “mereka” di bahasa Indonesia. Ie jadi kuman dengan ikei. Ie maentai pandumah uluh bakase bara Kuala Kurun. Jete jukung ayun bapa. Ewen haguet kan Sampit andau tuh. Andau te, ikei jatun intu huma.